So, Why SILENTIUM?
Sebelum kalian nanya (hei akuilah bahwa kalian bertanya karena kalian kan baca judulnya -- yang notabene adalah sebuah kalimat pertanyaan :p ), perkenankanlah gue bertanya kepada kalian:
Kalian tau kan silentium? Silensium lah kalau di-bahasakan. Tau? Engga? Hah! Derita lo! (Eh ya enggak gitu juga sih Fanya.......hassh)
Yang saya tahu silentium adalah "saat hening". Pertama kali dikenalkan oleh istilah ini sama.... Nyokap. Serius silentium ini diberlakukan di rumah gue entah sedari kapan pokoknya yang jelas mulai kelas 1 SD tiap-tiap bangun tidur baru keluar kamar mau say hi, gutten morgen sama ibu pasti beliau udah mendahului: "silentium ya adek.." sambil menepuk-nepukkan jari telunjuknya di atas bibirnya. Dan ketika gue mulai jumpalitan nari-nari ala ala Sherina (niat awalnya stretching pagi hari sik, bener deh), nyokap langsung berseru nyaring macem Dumbledore kalau lagi ngamuk gimana sik: "SILENTIUUUUUUUUUUM". Daripada kena Avada Kedavra ya gue memilih duduk. Hening. Diam.
Belakangan gue tahu, silentium akan terasa lebih indah apabila diisi dengan doa. Nah, itulah yang dimaksudkan oleh nyokap memberlakukannya di rumah, supaya anak-anaknya pada berdoa kalau pagi-pagi bukannya nyetel VCD Sherina, nyanyi-nyanyi, joged-joged, teriak-teriak berasa Sherina lagi manggilin Sadam yang ngilang di utan, skip mandi pagi, lalu lupa harus sekolah. Yang masalah nyetel VCD itu gue aja. Gue banget deh.
Gue semakin memahami silentium saat gue tinggal di asrama yang dipimpin seorang biarawati, lalu saat gue udah nggak tinggal di asrama tapi gue mulai kenal beberapa frater yang tinggal di biara juga saat gue melakukan pelayanan. Lalu dari temen gue yang anak seminari. Momen ini bisa menjadi momen refleksi diri dan mendekatkan diri pada Tuhan.
Korelasi antara makna silentium yang gue letakkan sebagai judul dari blog ini dapat ditemukan di bawah ini coy. Gue mengutip isi surat yang dikirimkan oleh Paus Benediktus XVI kepada umat Katolik di seluruh dunia pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-46 tahun 2012, katanya:
"Keheningan adalah suatu elemen yang tak terpisahkan di dalam komunikasi. Tanpa keheningan, kata-kata kaya akan pesan tidak dapat lahir. Dalam diam dan keheningan, kita dapat mendengarkan dengan lebih baik dan lebih mampu memahami diri sendiri; gagasan-gagasan dapat lahir dan mencapai kedalaman makna; kita menjadi mampu untuk mengerti dengan lebih baik apa yang sesungguhnya ingin kita sampaikan, apa yang kita harapkan dari orang lain, dan memilih bagaimana kita mengekspresikan diri kita.”
That's the point! Ini Bapa Paus Benediktus XVI keren bangetlah, kayak nauin gue banget pokoknya! (Geer kan).
Dalam keheningan, gue bisa lebih mengeksplorasi diri sampai dapat menelurkan karya ajaib, apa yang ingin gue ekspresikan, dan tentu aja tanpa berisik hahaha. Gue tau kok gue petakilan dan itu annoying lama-lama, walau pasti itu ngangenin sekalipun (GEDE RASA wooooooo)
Gue memilih diam dan bercerita dalam blog itung-itung supaya bisa hemat suara juga deh, soalnya gue kalau udah cerita heboh-banget-dunia-harus-tau-banget-kalau-gue-punya-cerita-oke-banget. Nahloh. Sementara kalau udah gitu suara gue rawan serak dan yang menyedihkan akan menghambat gue dalam bernyanyi oh no no.
Dalam diam, gue memilih bercerita dalam blog, untuk berlatih menerima dan memahami diri sendiri juga orang lain. Kalau tulisan kan bisa menimbulkan ambiguitas nih so gue akan terus berusaha untuk memilih kata-kata yang tepat yang pas banget sama apa yang gue maksud dan bisa banget dimengerti orang lain juga. Cakep bener.
Gue diam juga bisa jadi karena gabut aja hahahahahaha :p setidaknya gue harus tetap produktif lah, gabut gabut mbokya guna dikit yak. (Nyengir lebar)
Terakhir. Tidak selamanya Fanya diam untuk hal-hal beginian aja. Dalam diam kita akan lebih peka akan suara hati nurani kita yang mana adalah suara Tuhan sendiri yang telah bersemayam di dalam hati kita, yang senantiasa menghantarkan kita pada perbuatan-perbuatan yang positif. Yuk hening sejenak, mungkin Tuhan mau menyampaikan sesuatu..... Atau sebaliknya: mungkin kalian yang ingin menyampaikan sesuatu pada-Nya? Rasa syukur? Keluh kesa, mungkin?
Yang jelas, mau gue diam, mau gue pecicilan, selama gue nggak badung (bahkan saat gue badung banget malah---duh Tuhan baik bangeeeeet), Tuhan akan selalu sayang sama gue :)
F.
Komentar
Posting Komentar